Linda Gumelar, Menteri Pemberdayaan Perempuan & Perlindungan Anak mengatakan bahwa (PP) Peraturan Pemerintah tentang Kesehatan Reproduksi atau yang dikenal sebagai PP Aborsi adalah wadah kesehatan untuk sistem reproduksi kaum perempuan.
“Peraturan Pemerintah yang sekarang ini sedang menjadi kontroversi adalah wadah kesehatan reproduksi kaum perempuan,” ucap Linda Gumelar dalam siaran pers yang digelar di Jakarta. Dalam siaran pers tersebut Linda menjelaskan bahwa PP tersebut merupakan hasil tindak lanjut dari Undang–Undang Kesehatan. Sebenarnya PP itu sendiri mengenai kesehatan reproduksi kaum perempuan, jadi tidak berarti tindakan aborsi dapat diakukan begitu saja. Linda mengatakan bahwa tindakan tersebut harus mempertimbangkan dan memperhatikan kesehatan dari si ibu yang tengah hamil. Linda juga menjelaskan, untuk perempuan yang jadi korban pemerkosaan dan setelah itu hamil, sedangkan perempuan tersebut mengalami trauma yang sangat berat, tentu aturannya wajib disiapkan. “Tetapi ini harus tetap merupakan keputusan yang melewati proses dari pihak terkait, tim medis, dan menghitung umur kehamilan di mana semua itu akan diatur melalui Peraturan Menteri Kesehatan,” tutur Linda.
Di dalam siaran pers itu juga disebutkan bahwa kehamilan yang disebabkan oleh tindakan pemerkosaan adalah kehamilan yang terjadi karena hubungan seksual yang tidak melalui persetujuan, dalam hal ini dari perempuan sesuai dengan ketentuan dalam peraturan perundang – undangan. Hal itu dibuktikan lewat usia kandungan sesuai dengan waktu kejadian pemerkosaan yang diterangkan oleh surat keterangan dari dokter. Tidak hanya itu, ada pula keterangan psikolog, penyidik, dan ahli yang lain terkait dugaan terjadinya tindakan pemerkosaan.
Selain itu, di dalam PP kesehatan Reproduksi juga telah diterangkan secara detail bahwa tindakan aborsi karena pemerkosaan hanya bisa dilakukan jika usia kandungan paling lama berusia 40 hari dan usia ini terhitung sejak hari pertama dari siklus menstruasi terakhir. Sampai saat ini PP Aborsi itu sendiri masih belum diresmikan. PBNU sendiri meminta pemerintah untuk mengkaji ulang peraturan pemerintah yang baru ini. Pasalnya hal ini juga berpotensi memberi beban tambahan untuk kaum perempuan.