Beberapa tahun belakang, praktik donor ASI sedang berkembang di Indonesia, khususnya di kota-kota besar seperti Jakarta dan Surabaya. Informasinya pun kerap dibagikan lewat media sosial untuk Moms yang membutuhkan. Seperti namanya, donor ASI menjadi alternatif bagi Moms yang ingin memberikan air susu kepada si Kecil, tetapi mengalami beberapa kendala seperti cacat, dilarang menyusui karena ASI-nya membahayakan bayi, serta diperuntukkan bagi bayi yang ibunya meninggal dunia.
Selain itu, donor ASI tergolong kegiatan mulia, karena Moms dapat membantu wanita-wanita yang ingin memberikan sumber kehidupan terbaik bagi anak-anaknya. Namun, proses pendonoran tersebut harus melewati perizinan dan mematuhi peraturan yang amat ketat. Jika tidak, bukan tidak mungkin ada ASI berbahaya yang lolos dan mengancam kesehatan si Kecil.
Berikut ini adalah syarat dan ketentuan donor ASI yang diterapkan negara-negara di luar Indonesia.
Uji Secara Lisan dan Tulisan
Tahap awal yang akan Moms hadapi adalah uji atau tes lisan dan tulisan. Sebagai pendonor, Moms akan mendapatkan pertanyaan seputar riwayat kesehatan secara terperinci. Lantas, formulir tambahan akan dikirim ke pusat layanan utama untuk konfirmasi keakuratan data. Meski seseorang dinyatakan sebagai pendonor potensial, ternyata alasan-alasan di bawah ini dapat membuat mereka ditolak.
- Memperolah transfusi darah maupun produk darah sejenis dalam kurun waktu 12 bulan terakhir;
- Melakukan transplantasi jaringan atau organ dalam kurun waktu 12 bulan terakhir;
- Mengonsumsi lebih dari dua ons minuman keras secara rutin atau sejenis dalam 24 jam terakhir;
- Mengonsumsi obat sistematik (pengganti untuk hormon tiroid atau insulin) atau over the counter medications secara rutin;
- Mengonsumsi obat herbal atau vitamin dalam dosis yang cukup besar;
- Vegetarian yang tidak memperoleh asupan vitamin B-12 dari suplemen;
- Mengonsumsi obat-obatan terlarang dan rokok;
- Memiliki riwayat gangguan sistemik, hepatitis, atau infeksi kronik (seperti HTLV, tuberkolosis, atau HIV);
- Mempunyai pasangan seksual selama 12 bulan terakhir yang memiliki risiko mengidap hepatitis, HIV, atau HTLV (termasuk PSK, pengidap hemofilia, dan pemakai obat intravena).
Uji Laboratorium
Setelah melewati tahap di atas, Moms sebagai pendonor akan melakukan tes darah atau serelogi untuk HIV-1 dan HIV-2, hepatitis B dan C, HTLV, serta sifilis. Uji laboratorium kemungkinan bertambah kalau ditemukan virus yang berpotensi mengancam keselamatan bayi. Kemudian, karena di Indonesia belum ada laboratorium yang dapat melakukan screening HTLV, darah pun harus dikirim ke Singapura.
Kultur ASI dan Pasteurisasi merupakan cairan tubuh, sehingga pengelola air susu harus memakai APD atau alat pelindung diri. Setelah itu, Bank donor ASI akan mempasturisasi seluruh susu berdasarkan prioritas pengiriman dan memeriksa bakteri yang terkandung di dalamnya. Selanjutnya, ASI akan dikirim ke penerima donor.