Artikel ini berisi tentang:
- Metode Time Out Agar Si Kecil Merenung
- Bagaimana dampak metode time out?
- Bagaimana jika hukumannya jadi pukulan atau cubitan?
- Mana yang lebih berbahaya, time out atau memukul?
Saat mulai bertingkah, mungkin Dads akan langsung mengambil tindakan untuk mendisiplinkan Si Kecil. Ada yang memilih dengan metode hukuman time out, ada juga yang memilih cara lama dengan memukul atau mencubit. Waduh, manakah yang lebih berbahaya?
Metode Time Out Agar Si Kecil Merenung
Metode time out awalnya diterapkan banyak orangtua karena dinilai efektif memberi efek jera, sekaligus membuat Si Kecil mampu mengevaluasi kesalahannya sendiri tanpa harus melakukan kontak fisik.
Dalam metode hukuman ini, Si Kecil akan disingkirkan dulu ke sebuah tempat, seperti pojok dapur, ruang keluarga sambil menghadap tembok dan lainnya, selama waktu yang sudah ditentukan (biasanya 5-15 menit). Selama masa hukuman, Dads dilarang berinteraksi dengan Si Kecil.
Dengan cara ini, diharapkan Si Kecil akan menyadari kesalahannya, segera memperbaikinya dan tidak mengulanginya. Mirip dengan konsep penjara bagi penjahat, tapi dalam versi yang lebih sederhana.
Bagaimana dampak metode time out?
Awalnya metode ini memang sangat populer. Tapi seiring berjalannya waktu, banyak pakar yang mengkritik karena metode ini akan membuat Si Kecil merasa dikucilkan. (oleh Dr. Daniel J. Siegel dan Tina Payne Bryson, Ph.D, penulis buku berjudul No-Drama Discipline)
Dr. Bryson menjelaskan jika perasaan dikucilkan, atau diisolasi, efeknya sama seperti luka fisik. Mereka bisa trauma, merasa tidak berharga, dan merasa kecewa dengan Dads.
Selain itu, Si Kecil yang diberi hukuman time out akan merasa sangat malu. Bagi orang dewasa, rasa malu ini mungkin masih bisa diatasi. Tapi bagi anak-anak, perasaan ini justru akan membuat mereka menutup diri. (oleh Mary C. Lamia, psikolog klinis di Psychology Today).
Bagaimana jika hukumannya jadi pukulan atau cubitan?
Sama saja Dads. memberikan hukuman fisik tidak hanya akan menimbulkan perasaan sakit di fisik, tapi juga akan membuat Si Kecil merasa trauma.
Menurut penelitian UCLA Mindful Awareness Center tentang neuroplastisitis, dalam hal aktivitas otak, seseorang yang mendapat kekerasa fisik secara berulang, akan merasa trauma, kondisi ini sama seperti mereka yang mendapat hukuman dengan cara diasingkan (metode time out).
Yang lebih mengejutkan, penelitian yang dipresentasikan dalam pertemuan tahunan Association for Psychological Science, menyebut hukuman fisik, dengan cara memukul, mencubit dan lainnya, tidak efektif untuk merubah perilaku Si Kecil.
Justru sebaliknya, terbiasa memberikan hukuman fisik akan membuat Si Kecil menjelma jadi anak yang terbiasa dengan kekerasan, yang pada gilirannya akan membuat mereka jadi pelaku bullying. (oleh Elizabeth T Gershoff, psikolog dari Universitas Texas, Amerika)
Mana yang lebih berbahaya, time out atau memukul?
Secara psikologis, keduanya sama-sama akan meninggalkan luka psikologis berupa trauma dan merasa dipermalukan, merasa tidak dihargai dan merasa tidak dilindungi. Sementara dari sisi fisik, memukul jelas lebih negatif karena akan meninggalkan rasa sakit.
Meskipun begitu, kedua metode ini jelas tidak direkomendasikan. Dilansir dalam tempo.co, jika Si Kecil melakukan kesalahan, mungkin Dads bisa membantu Si Kecil untuk memperbaikinya dengan cara.
- Ajak Si Kecil duduk kemudian bicarakan apa kesalahannya. Dengan cara ini, diharapkan Si Kecil akan tahu jika dia sudah melakukan kesalahan.
- Berikan Si Kecil kesempatan untuk menjelaskan kenapa dia melakukan kesalahan tersebut.
- Di sini, mungkin Dads dan Si Kecil akan terlibat perang argumen. Tapi ingat, jangan memojokannya. Tetap tenang dan gunakan bahasa yang lembut.
- Setelah Si Kecil terlihat menyadari kesalahannya dan menyesal (ditunjukan dengan gestur menunduk), buatlah dia meminta maaf, dan berjanji tidak akan mengulanginya lagi.
- Setelah terlihat mengerti, peluk dan katakan jika Dads sayang dia. Katakan jika kesalahan sekecil apapun harus diperbaiki, dan itu diawali dengan menyesalinya dan meminta maaf.
Dengan cara ini, Si Kecil akan tahu jika apa yang dilakukannya salah, dan harus diperbaiki. Dia pun akan menyesali kesalahannya, tanpa harus melukainya.