Artikel ini berisi tentang :
- Gejala Si Kecil Mengalami Disleksia
- Bagaimana Kalau Si Kecil Divonis Disleksia?
- Disleksia Hanya Bentuk Gangguan Belajar
- Bagaimana agar Si Kecil Bisa Sukses dengan Disleksianya?
- Masih Belum Mendapatkan Pendidikan yang Layak
- Apakah Harus Ikut Program Home Schooling?
Moms, masih ingat dengan tragedi salah ucap anak sekolah yang bernama AR saat ditanya Presiden Jokowi tentang nama-nama ikan? Yup, dalam video yang viral di dunia maya tersebut, sang bocah kocak tersebut kepleset lidah saat menyebutkan kata tongkol, dengan kata lainnya yang berbau vulgar.
Nah, entah karena kasian melihat AR yang terus jadi bahan candaan, atau karena motif lainnya, setelah video AR dan Ikan Tongkolnya viral di dunia maya, berita lainnya segera menyusul dengan menyebut sang bocah menderita disleksia.
Tentu saja kabar ini HOAX belaka. Faktanya, AR sehat-sehat saja dan tidak pernah divonis disleksia. Tidak hanya itu, kabar yang menyebut AR merupakan anak yatim piatu, terkonfirmasi bohong semua.
Gejala Si Kecil Mengalami Disleksia
Dilansir dalam Mayo Clinic, gejala disleksia tergolong sulit dikenali sejak dini. Bahkan kelainan ini baru bisa dikenali saat Si Kecil memasuki usia sekolah. Walaupun tingkat akurasinya masih diragukan, tapi setidaknya Moms bisa melihat disleksia dengan mengenali beberapa gejala berikut ini.
- Terlambat bicara
- Lambat mempelajari kata-kata baru
- Kesulitan belajar sejak dini
Seperti disebutkan diatas, gejala disleksia tergolong sulit untuk dikenali. Hanya saja, ketika Si Kecil sudah memasuki usia sekolah, gejala disleksia biasanya bisa dikenali dengan beberapa ciri berikut ini :
- Kemampuan membaca di bawah rata-rata.
- Sulit mengolah kata atau kalimat.
- Sulit memahami apa yang dia dengar.
- Sulit memahami instruksi dengan cepat.
- Sulit mengingat sesuatu yang berurutan, contohnya urutan abjad.
- Sulit melihat dan terkadang mendengar suatu persamaan dan perbedaan dalam huruf.
- Sulit mengeja dan mengucapkan bahasa asing.
Untuk memastikan apakah Si Kecil benar-benar mengidap disleksia atau tidak, sebaiknya segera hubungi dokter untuk dilakukan pemeriksaan. Ingat, disleksia bisa ditangani, dengan catatan Moms cepat dan serius dalam menanganinya.
Bagaimana Kalau Si Kecil Divonis Disleksia?
Aduh, amit-amit ya Moms. Tapi jika seandainya nasib kurang beruntung itu menimpa Moms, sebaiknya jangan berkecil hati. Faktanya, banyak kok anak disleksia yang justru berhasil meraih kesuksesan saat berusia dewasa, contohnya Ollie Forsyth, pengusaha muda sukses asal Inggris.
Bahkan karena kesuksesannya, dilansir dalam Daily Mail, Ollie berhasil menggondol penghargaan sebagai The Great British Entrepreneurs Award.
Tidak hanya Ollie, masih banyak nama-nama beken lainnya yang divonis mengalami gangguan disleksia. Contoh lainnya adalah Richard Branson, Pemilik kerajaan bisnis Virgin Group di Inggris, dan dikenal juga sebagai salah satu pengusaha sukses pengidap gangguan disleksia.
Dalam sebuah kutipannya, Branson sempat menyebutkan, “Being dyslexic can actually help in the outside world. I see some things clearer than other people do because I have to simplify things to help me and that has helped others.”
Disleksia Hanya Bentuk Gangguan Belajar
Menurut McDonald Critchly, neurolog asal Inggris, sekaligus penulis buku berjudul The Dyslexic Child, disleksia merupakan salah satu bentuk gangguan belajar yang paling banyak ditemui. Umumnya, mereka hanya sulit menyebutkan kata-kata dengan huruf yang hampir sama.
Singkat kata, anak yang mengalami gangguan disleksia, bukan berarti mereka bodoh atau berkebutuhan khusus, melainkan butuh difahami dan butuh dukungan untuk terus berkembang, hingga akhirnya semua kerja kerasnya bisa menghasilkan buah yang positif.
So, jangan pernah berputus asa dengan anak pengidap gangguan disleksia. Ingat Moms, mereka hanya kehilangan kontrol huruf, bukan kehilangan masa depan!
Bagaimana agar Si Kecil Bisa Sukses dengan Disleksianya?
Menurut dr Kristiantini Dewi, SpA, Ketua Asosiasi Disleksia Indonesia (ADI), secara garis besar ada dua hal yang harus dilakukan untuk membantu anak disleksia berprestasi, yakni :
- Remedial atau pengulangan
dr Kristiantini menjelaskan jika proses remedial merupakan proses pengulangan materi pelajaran, tapi menggunakan teknik tertentu. Pengulangan ini harus dilakukan untuk membuat proses belajar menjadi dua arah, Moms dan Si Kecil yang sama-sama aktif.
- Akomodasi atau dukungan penuh
Untuk pemberian akomodasi, bisa dilakukan dengan hal-hal yang sederhana, misalnya tidak menghardik Si Kecil bodoh (faktanya anak disleksia bukan berarti bodoh). Dalam hal ini, kerjasama Moms dan guru di sekolah harus benar-benar terjalin dengan baik.
Contoh lainnya pemberian proses akomodasi adalah, memposisikan Si Kecil untuk duduk di dekat guru, memberikan lembar kerja yang lebih besar agar mudah dibaca, menyediakan waktu untuk menerangkan atau menginstruksikan secara individu, dan sejumlah hal lainnya.
Tentu saja kedua hal ini bisa sukses dilakukan jika Moms menjalin kerjasama yang baik dengan guru, dan konsisten melakukannya dengan penuh kesabaran.
Masih Belum Mendapatkan Pendidikan yang Layak
Seperti disebutkan di atas, harus ada sinergi antara orangtua dan guru saat mendidik anak dengan disleksia. Bahkan bisa dikatakan, anak dengan disleksia harus mendapat perlakukan khusus selama mereka belajar di sekolah.
Sayang Moms, masih banyak masyarakat Indonesia yang kurang terbuka mengenai disleksia. Parahnya lagi, masih banyak yang percaya jika anak disleksia sama dengan anak berkebutuhan khusus. Alhasil, mereka pun kerap tidak mendapat layanan pendidikan yang memadai.
Menurut data dari kemendikbud.go.id, di tahun 2015 kemarin, dari 1,6 juta anak berkebutuhan khusus dan pengidap disleksia, ternyata baru 164 ribu saja yang bisa dimasukan dalam kategori mendapat pelayanan pendidikan yang memadai.
Melihat hal ini, wajar jika akhirnya banyak talenta muda yang harus terkubur karena kurang pekanya kita dalam menggali potensi yang mereka miliki. Makanya, mulai sekarang stop katakan bodoh atau berkebutuhan khusus pada mereka yang mengidap disleksia.
Apakah Harus Ikut Program Home Schooling?
Mengingat anak dengan disleksia harus mendapatkan perhatian lebih, akhirnya banyak orangtua yang memutuskan untuk memasukan Si Kecil dalam program home schooling.
Mengenai hal ini, Sumarsono, CEO & Founder Elite Tutors Indonesia, berpendapat jika home schooling cenderung membatasi Si Kecil untuk bergaul. Padahal, dengan kondisinya yang seperti ini, Si Kecil sebaiknya tetap didorong untuk bersosialisasi sambil dibekali kemampuan adaptasi.
Dengan kata lain, Si Kecil sebaiknya tetap diikutsertakan pada pembelajaran di sekolah bersama siswa lainnya yang seumuran. Sementara untuk les pribadi, bisa dijadikan solusi agar Si Kecil mendapat tambahan pemahaman pelajaran di luar sekolah.