Artikel ini berisi tentang :
- Apa Sih Helicopter Parenting Itu?
- Benarkah Helicopter Parenting Sangat Buruk?
- Helicopter Parenting Tidak Berlebihan!
Selama ini, banyak pola asuh yang bisa diterapkan Dads dan Moms selama mendirik Si Kecil, salah satunya Helicopter Parenting atau pola asuh helikopter. Pola asuh ini banyak dikritik karena dianggap kurang tepat karena bisa membuat Si Kecil sulit untuk mandiri.
Apa Sih Helicopter Parenting Itu?
Sesuai dengan namanya, pola asuh helikopter dilakukan dengan cara mengawasi, dan mengatur Si Kecil dengan sangat ketat sehingga dia tetap aman dan terhindar dari bahaya. Secara tidak sadar, banyak orangtua yang mengadopsi sistem asuh ini sebagai tanda sayang mereka pada Si Kecil.
Pola asuh ini mulai populer di tahun 2011, bukan karena dianggap positif, justru banyak dikritik karena dianggap terlalu membatasi gerak Si Kecil.
Bahkan Carolyn Daitch, Ph.D., menyindir jika orangtua yang menggunakan pola asuh ini terlalu mengambil tanggung jawab terhadap setiap hal yang dilakukan Si Kecil, dan selalu ingin terlibat dalam setiap langkah Si Kecil.
Sementara Andrew Fuller, penulis buku Tricky Kids: Transforming Conflict and Freeing Their Potential, mengingatkan jika :
- Si Kecil harus bisa hidup tanpa orangtua.
- Si Kecil belajar ketrampilan dan kepercayaan diri saat mengatasi kesulitannya
- Bantuan yang Dads berikan malah tidak membantu sama sekali, bahkan bisa menghilangkan cara Si Kecil mengatasinya masalahnya.
Walaupun tidak menyebutkan secara pasti pola asuh ini buruk, tapi jika melihat alur bahasanya yang lebih menekankan kepada kemandirian, apa yang diungkapkan Fuller bisa disebut sebagai penentang dari pola asuh helikopter yang difahami banyak orang.
Benarkah Helicopter Parenting Sangat Buruk?
Julie Lythcott-Haims, penulis buku How to Raise an Adult: Break Free of the Overparenting Trap and Prepare Your Kids for Success, menyebut jika pola asuh helikopter bisa masuk dalam kategori merugikan Si Kecil jika sudah masuk dalam kategori over parenting, yang ditandai dengan ciri :
- Over protective atau terlalu melindungi Si Kecil.
- Over directive, atau terlalu mengendalikan. Contohnya, Dads merasa lebih tahu apa yang terbaik buat Si Kecil, dan mereka cukup menurut saja.
- Concierge, atau tidak mau menempatkan Si Kecil dalam kesulitan. Contohnya, membuatkan PR buat mereka, membuatkan prakarya sekolah yang mestinya dia buat sendiri dan lainnya.
Tapi jika hanya sebatas pengawasan tanpa mendikte, pola asuh helikopter bisa dibilang baik, apalagi jika didalamnya Dads menekankan unsur diskusi yang lebih demokratis.
Sementara Yolande Bariel, dalam sebuah artikel yang dipublikasikan di Golden State Newspapers, menyebut jika pola asuh helikopter tidaklah buruk. Justru sebaliknya, Bariel menganggap jika mengatur dan membimbing Si Kecil merupakan gagasan yang baik.
Menurutnya, pola asuh helikopter posisinya sama seperti tim penyelamatan yang sedang melakukan misi penyelamatan, dimana dalam pola asuh ini tim penyelamat (orangtua) memberikan bantuan kepada orang-orang yang membutuhkan bantuan di lapangan.
Di sisi lain, penerapan pola asuh helikopter pun memberi satu sudut pandang yang lebih luas bagi Dads untuk menilai apa yang sebenarnya sedang terjadi, sehingga Dads bisa mengambil pilihan untuk turun tangan jika dibutuhkan, atau hanya melihat bagaimana Si Kecil bermain dan mengenal lingkungannya.
Helicopter Parenting Tidak Berlebihan!
Menurut konsultan keluarga Barbara Dafoe Whitehead, kerap terjadi kebingungan antara pola asuh helikopter dan pola asuh berlebihan. Menurutnya, pola asuh berlebihan terjadi saat Dads mengelola semua aktivitas dan mengurus semuanya untuk Si Kecil.
Sementara dalam pola asuh helicopter, Dads berperan untuk mengawasi Si Kecil, tanpa banyak ikut campur dalam dunia mereka. Dengan kata lain, Si Kecil masih diberi kebebasan untuk bermain dan memilih mainanya sendiri.
Pola asuh helikopter pun menjamin Si Kecil untuk selalu dapat dukungan penuh orangtua dalam segala hal. Komunikasi dalam pola asuh ini pun lebih terbuka sehingga Si Kecil masih memiliki kebebasan untuk memilih apa yang dia sukai.
Tentu saja dalam pola asuh ini, Dads berperan sebagai filter yang melihat dan menentukan apakah yang diinginkan Si Kecil termasuk dalam kategori kebutuhan yang sebaiknya dipenuhi, atau justru hanya sebatas keinginan saja.